Selasa, 14 Juli 2015

Usahamu menentukan Keberhasilanmu

mungkin dulu waktu masih anak-anak, apa yang ada fikirkan sama dengan apa yg saya fikirkan. Hidup orang sepertinya lebih bahagia dari hidup kita,..
Bahkan, berfikiran bahwa Tuhan tidak adil. karena orang lain bisa meraih apapun yang mereka mau, tetapi kita tidak bisa. Tapi, lambat laun saya pun menyadari, kadang kita hanya melihat kehidupan seseorang dari bahagianya saja, tanpa melihat usaha apa yg mereka lakukan.

dan begitu beranjak dewasa, saya pun mulai menyadari bahwa untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, sudah pasti harus dilakukan usaha yang maksimal. Mengikuti proses kehidupan yang ada, kalau kamu mau berusaha, pasti bisa. Kuncinya hanya bermimpi dan berusaha kejar mimpi.

Dan ingat, ketika kita bisa dapatkan apa yang diinginkan, jangan lupakan bahwa kita pernah mengalami masa sulit. Bersyukur adalah hal terbaik yang dilakukan. Dengan bersyukur, berapapun materi yang ada akan terasa cukup.

Kemudian rendah hatilah, bersahajalah, dan jauhkan diri dari sombong. Rezeki tidak menyukai orang2 yang sombong. 

Dan perlu diingat juga, bahwa pepatah yang berbunyi "REZEKI SUDAH DIATUR" jangan disalah artikan. Bukan berarti kita pasrah dan menunggu rezeki datang.
REZEKI SUDAH DIATUR, MEREKA YANG MAU BERUSAHA KERAS TENTU BERBEDA DENGAN MEREKA YANG USAHANYA BIASA-BIASA SAJA..
Tuhan maha adil, dan Tuhan maha mengetahui apa yang terbaik untuk mahluknya.

Rabu, 08 Juli 2015

Sebuah pelajaran dari kehidupan anak kecil

Dalam hidup kita, masa kanak-kanak hanya terjadi sekali seumur hidup. Maka tidak jarang ketika kita sudah dewasa, kita sering merindukan masa-masa tersebut. Ini hal yang lumrah dan tidak salah, karena waktu tidak akan pernah bisa diputar balik. Tapi sayang, terkadang tingkah laku seorang anak kecil sering dianggap remeh oleh orang dewasa. Padahal beberapa sifat dan tingkah laku mereka yang akan Gemintang bahas berikut ini dapat memberikan kita sebuah perenungan dan pelajaran hidup. Seperti :
  • Anak kecil tidak mengkhawatirkan segala sesuatu secara berlebihan
Jika orang dewasa diperhadapkan pada masa-masa darurat hidupnya, ia seringkali khawatir. Bahkan tidak jarang melebih-lebihkan rasa khawatir itu. Berbeda seperti anak kecil, walaupun ia tahu ada sesuatu hal yang tidak beres di sekitarnya ia tidak mengkhawatirkan hal tersebut secara berlebihan. Karena apa? Karena ia percaya ada orangtua yang melindunginya.
Begitupun dengan kita. Ketika masalah kehidupan datang bertubi-tubi, seringkali rasa khawatir itulah yang mendominasi pikiran kita. Padahal, kita punya Tuhan yang senantiasa menjaga dan menolong kita dari setiap masalah kehidupan yang datang. Jadi kenapa mesti khawatir?
  • Mempunyai imajinasi dan mimpi
Coba tanyakan pada sanak saudara atau adik Anda yang masih kecil tentang cita-citanya. Pasti banyak dari Anda yang mendengar cita-cita mereka ingin menjadi dokter, pilot, pramugari dll. Tapi orang dewasa cenderung menggunakan logika dan melihat kehidupan realita yang ada saat mencoba meraih mimpi dan cita-cita mereka. Padahal dalam hidup ini kita perlu bermimpi. Mimpi atau cita-cita membuat kita menjalani hidup ini semakin bergairah. Racik mimpi Anda dengan imajinasi yang luar biasa. Selain itu jangan lupa juga sertakan usaha dan doa.
  • Tidak gengsi dan mau memaafkan
Pernahkah Anda melihat seorang anak kecil yang bermusuhan dengan temannya hingga berhari-hari atau berbulan-bulan? Seorang anak kecil tidak perlu waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk kembali berbaikan dengan temannya. Mungkin pada hari itu mereka bermusuhan, tapi esok harinya ia akan melupakan kejadian itu. Mereka bahkan tidak mengenal rasa gengsi untuk meminta maaf terlebih dahulu.
Lalu, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memaafkan orang yang berselisih dengan kita dan terus mempertahankan dendam tersebut? Anak kecil saja tidak gengsi untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada temannya, kita orang dewasa juga pasti bisa.



Selasa, 07 Juli 2015

ini pelajaranku, jangan sampai aku seperti ini...

mungkin ini hanya sebuah kisah, tapi ini bisa dijadikan pelajaran hidup baik untuk saya maupun yang lain ::: Penyesalan Seorang Bankir ::John Jerryson, seorang bankir sukses berusia 46 tahun, menulis sebuah surat terbuka di sebuah media lokal Australia. Ia menceritakan seluruh kisah hidupnya di dalam tulisan itu. Bukanlah akhir tentang kesuksesannya yang ia fokuskan, melainkan curhatannya mengenai penyesalannya akan hidup yang telah ia jalani. Bagaimana ia menyia-nyiakan begitu banyak waktu yang terbuang.Berikut isi tulisan yang telah memberikan motivasi kepada banyak orang dilansir darimirror.co.uk:

“Hai, namaku John. Aku sudah berpikir cukup lama, namun akhirnya aku menuliskan hal ini. Aku harus mengeluarkan semua yang tersimpan di hatiku. Aku seorang bankir yang berusia 46 tahun dan selama ini ternyata aku hidup tidak seperti yang aku inginkan. Semua mimpiku, keinginanku, sudah hilang. Aku selalu kerja enam hari selama seminggu dalam 26 tahun ini. Aku selalu memilih jalur yang aman untuk semua yang kulakukan. Tak kusangka hal itu lah yang ternyata justru telah mengubah pribadiku.

Aku mendapati istriku ternyata sudah berselingkuh sejak 10 tahun terakhir. Anakku juga tidak begitu peduli denganku. Aku juga baru sadar bahwa aku tidak hadir di pemakaman ayahku tanpa ada alasan apapun. Hobiku menulis novel tapi aku tidak pernah menyelesaikannya. Aku juga tidak jadi menggeluti hobi travellingku yang selalu kucita-citakan. Padahal hal-hal itulah yang menjadi keinginan dan cita-citaku sejak masih remaja dulu. Kalau lah gambaran remajaku datang saat ini, aku pasti sudah memukul wajahku sendiri. Aku akan menyesali kenapa semua mimpiku begitu cepat hancur.

Masih seperti kemarin rasanya ketika aku masih berumur 20 tahun. Masih seperti kemarin rasanya ketika aku begitu bernafsu mengubah dunia. Orang-orang di sekitar begitu menyayangiku. Dan aku juga menyayangi mereka. Aku begitu inovatif, kreatif, spontan, tak takut resiko dan sangat baik kepada orang lain. Aku hanya punya dua mimpi, yaitu menulis sebuah buku dan yang berikutnya adalah mengelilingi dunia dan menolong mereka yang membutuhkan.Lalu akhirnya aku menikah dengan perempuan yang kupacari selama empat tahun. Cinta yang begitu nyata. Ia menyukai semua hal yang ada padaku. Spontanitas, energi. dan kemampuanku untuk membuat orang lain tertawa dan merasa begitu dicintai.

Aku tahu bahwa bukuku kelak akan mengubah dunia. Aku akan memperlihatkan cara pandang yang berbeda, membuat pembacaku berpikir dengan cara yang berbeda sehingga. Aku pun bersemangat menulis buku itu sejak umur 20 tahun. Ketika itu aku sudah sampai di halaman 70. Dan kini, ketika umurku sudah 46 tahun, bukunya tetap masih di halaman 70….Dulu aku pernah backpacker ke New Zealand dan Philipina. Aku berencana mengelilingi Asia, Eropa dan kemudian Amerika. Ternyata sampai saat ini pun, aku tidak pernah lagi pergi ke tempat lain selain di dua negara itu.Dimana sebenarnya kesalahanku? Penyesalanku terjadi ketika saat aku berpikir bahwa aku harus menggeluti pekerjaan yang mapan. Yang sesuai dengan perkuliahanku. Aku memilih bekerja kantoran, dari jam 9 pagi hingga jam 7 malam. Setiap hari seperti itu. Apa yang sebenarnya kupikirkan? Apakah itu yang dinamakan hidup? Ketika aku harus bekerja dan hanya mengisi waktu dengan makan malam, bekerja untuk persiapan esok hari di kantor dan tidur jam 10 malam? Lalu bangun esoknya di jam 6 pagi? Itu yang namanya hidup? Oh Tuhan, terkadang aku sampai lupa kapan terakhir kali aku bercinta dengan istriku.

Istriku, ya istriku akhirnya mengakui kalau ia telah berselingkuh selama 10 tahun terakhir. 10 tahun! Tampaknya begitu lama ya? Tapi aku tak lagi tahu bagaimana rasanya. Bahkan aku tidak merasa sakit hati. Katanya ia selingkuh karena aku telah berubah. Aku tak seperti diriku yang dulu. Lalu apa sebenarnya yang kulakukan 10 tahun terakhir ini? Selain bekerja dan bekerja, aku tak tahu lagi apa yang pernah kulakukan. Yang pasti aku sadar, aku bukanlah suami yang baik seperti orang kebanyakan. Tidak menjadi diriku sendiri.Siapa sebenarnya aku? Apa yang terjadi denganku? Mengetahui istriku sudah selingkuh pun aku diam saja. Aku bahkan tidak menuntut perceraian. Tidak marah. Tidak berteriak kepadanya. Dan bahkan tidak menangis. Aku tidak merasakan apa-apa. Tapi ketika aku menuliskan surat ini justru aku menangis. Tapi bukan karena kelakukan istriku. Melainkan karena aku merasa benar-benar hampa.

Ayahku meninggal 10 tahun yang lalu. Aku ingat betul hari itu. Ibuku menelponku dan memberi kabar bahwa ayah sakit keras. Tapi aku sangat sibuk saat itu karena harus mempersiapkan masa promosi jabatanku. Padahal sudah 15 tahun aku tidak melihat ayahku. Tapi aku tak pernah datang menjenguknya dan berharap ia akan baik-baik saja. Ia meninggal. Disaat yang bersamaan jabatanku dinaikkan di kantor.

Ketika ia meninggal, aku malah berkata pada diriku sendiri bahwa tak masalah kalaupun aku tak datang. Apa yang sebenarnya kupikirkan? Semua kurasionalisasi. Semuanya kubuat menjadi mungkin. Pola pikir yang sebenarnya sangat salah karena hanya untuk mendapatkan kemapanan secara finansial.Sekarang aku sadar, semua ini tidak benar. Aku menyesali banyak hal yang tidak jadi kulakukan padahal aku masih memiliki kemampuan. Aku menyesal karena pekerjaanku sudah mengambil alih seluruh hidupku. Aku suami yang buruk..Aku hanyalah mesin pencari uang.

Sekarang aku menyesal karena tidak menyelesaikan novelku. Tidak mengelilingi dunia seperti yang kuimpikan. Tidak pernah menjadi ayah yang selalu siap untuk anaknya. Aku bagaikan dompet tebal yang tidak memiliki rasa.Kalau kalian membaca ini dan sedang memikirkan masa depan kalian, kuharap jangan menunda apapun. Jangan tunda mimpi-mimpi kalian.Percayalah pada kemampuanmu. Lakukanlah sesuatu selagi kau masih muda. Jangan cepat merasa nyaman. Jangan lupakan teman-teman dan keluarga terbaikmu. Jangan sia-siakan hidupmu seperti yang kulakukan. Kumohon jangan!

Maaf karena aku bercerita terlalu panjang. Sekarang aku merasa sangat hampa, tua dan begitu lelah…”

Tulisan John tersebut telah mendapatkan respon dari banyak orang karena keberaniannya membuka terang-terangan kehidupan pribadinya, serta memberikan pelajaran kepada semua orang, untuk lebih menghargai waktu dan kebersamaan yang dimiliki selagi bisa. Agar tidak akan ada penyesalan yang tertinggal di akhir. (Sumber:http://www.andriewongso.com/)

x